Ya sahabat/i kali ini saya mau berbagi sinopsis SOKOLA RIMBA, kenapa saya menulis ini ????/
ya jawabannya agak aneh dan cukup singkat yakni karena Tugas haha .... tapi karena menonton film tersebut membuat saya ingin sekali mengajar di luar jawa. simak yah heee.....
SINOPSIS
“Aku
tidak pernah ragu dengan kekayaan Indonesia 1700 ribu pulau dan hampIr 7 Hektar
hutan tropis di Aceh hingga Papua semua memberi kehidupan bagi kita. Aku
bekerja di Lembaga Taman Nasional Bukit Dua Belas , Seluas 60 Ribu Hektar di
Jambi, sumatera bagian selatan, hutan yang dilindungi oleh aturan hokum
idealnya ia tidak akan tersentuh manusia, hokum dan kerja lembaga kurang
bermanfaat besar bagi keberadaan hutan di sini, sudah dua tahun aku bekerja di
tempat ini tapi aku masih bertanya apa arti ini semua bagi mereka yang terlahir
di dalamnya, Orang Rimba.”
Ada
seorang guru bernama Butet, Ia bekerja di Lembaga Taman Nasional Bukit Dua
Belas. Setiap hari ia melakukan perjalalan jauh dengan mengendarai motor untuk
sampai di Hulu dan mengajar anak-anak. Namun dalam perjalanannya di hutan dia
terserang Malaria. Butet terjatuh pingsan di pinggir sungai, untungnya ada anak
dari Hilir Makekal yang menyelamatkannya. Saat Butet terbangun ternyata dia
telah sampai di Hulu dan memulai pengajarannya dengan mengajarkan huruf dan
hitungan Matematika di salah satu gubuk pemukiman Hulu.namun dari kejauhan ada
seorang anak yang mengintip pembelajaran Butet. Butet dan anak-anak Hulu
jalan-jalan mengelilingi hutan sambil belajar berhitung. Tiba-tiba di tengah
perjalanan mereka terhenti karena sedang ada yan berburu babi dan rusa. Malam
telah tiba hasil buruan pun mereka bagi-bagikan kepada orang-orang Hulu
termasuk Butet.
Pagi
hari tiba, ada seorang anak Hilir makekal berjalan di tengah hutan sambil
menghafalkan huruf. Disisi lain Butet sedang berbaring di gubuk tempat belajar
bersama Nengkabau dan Beindah. Tiba-tiba kedua muridnya itu bertanya kepada
Butet, mengapa mesin gergaji itu memotong kayu terus-menerus. Sang guru hanya
dapat menjawab “Mungkin mereka sedang membutuhkan banyak kayu”. Nengkabau dan
beindah bertanya lagi pada sang guru “Kalau kami menggunakan parang, jadi
mengambilnya sedikit demi sedikit”. Mereka mengajukan pernyataan kembali “ Jika
kami nanti sudah pintar, Kami bisa menahan orang luar menebang kayu”. Butet bangkit
dari tidurnya dan segera memulai pembelajaran matematika. Pembelajaran selesai
dan butet beranjak pergi ke sungai untuk menyuci bajunya. Butet berjalan jalan
bersama murid-muridnya. Ditengah hutan mereka bertemu dengan Bungo dan menanyai
asal-usulnya. Tiba-tiba Bungo berlari meninggalkan mereka.
Butet
memulai kembali pembelajaran Matematika pengurangan. Ada salah satu muridnya
belajar pengurangan sepuluh dikurang tiga. Saat jawaban pertama ia bias
menjawab tapi jawaban selanjutnya salah. Hingga malam tiba, Butet menulis kan
semua curahan hatinya dalam buku “ Sudah beberapa kali Bungo datang diam-diam
memperhatikanku dari kejauhan, kini Ia tidak muncul lagi. Dia ingin mendekat,
tetatapi disaat yang sama aku melihat dengan jelas kecurigaannya. Bungo pasti
datang dari rombongan yang masih tertutup.”
Butet
pergi kekota menuju tempat kerjanya yakni Lembaga Taman Nasional Bukit Dua
Belas. Butet menemui Bosnya yaitu Bahar untuk meminta izin mengajar di Makekal
Hilir. Tapi Bahar menolak permintaan dari Butet. Tingginya keinginan Butet
mengajar di Hilir membuatnya memikirkan cara untuk dapat sampai disana. Hingga
malam tiba Butet masih memikirkannya “Aku tidak bias menahan keingintahuanku,
tentang apa yang sebenarnya di inginkan Bungo. Begitu jauh jarak yang Ia tempuh
untuk melihat tempatku mengajar di Hulu. Aku harus mencari-cari untuk
menemuinya.”
Tanpa
izin dan sepengetahuan Bahar, Butet meminta dana untuk mengajar di Hilir.
Sebelum pergi ke Hilir Butet pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan. Di pasar
Butet bertemu dengan Nengkabau dan Beindah. Beindah dan Nengkabau ingin ikut
menemani perjalanan Butet menuju Hilir. Di perjalanan mereka menyususri hutan
dan sambil belajar. Di tengah perjalanan Beindah menghilang, akhirnya Butet dan
Nengkabau mencarinya. Ternyata Beindah berdiri di belakang sebuah pohon sambil
mengintip para pembalak liar. Karena mereka ketahuan oleh pembalak mereka
berlari menjauh dari para membalak liar tu dan melanjutkan perjalanan Mereka.
Di
perjalanan Butet bertemu Dr. Astrid, Ia adalah dokter dari luar neger yang
pandai berbahasa Indonesia yang sedang mengobati anak muda Jambi yang terserang
Malaria dalam perjalanannya. Butet, Nengkabau, dan Beindah berhenti melakukan
perjalanan dan pergi ke sungai bersama Dr. Astrid menyuci baju. Astrid menjelaskan
mengapa Bahar tidak bekerjasama lagi dengan Astrid. Karena Astrid memiliki
sikap kritis dan tujan yang tak sama membuat Astrid keluar dari Lembaga Taman
Nasional Bukit Dua Belas. Dan Astrid
juga mengajukan beberapa pertanyaan pribadi pada Butet.
Malam
hari tiba, Mereka duduk bersama di dekat api unggun, tetapi ada hal lain yang
Butet pikirkan “Aku mengagumi mereka, apapun yang dilakukan yang didasari pada
rasa cinta dan kesungguhan kuat, seperti banyak pendaki gunung disana yang ku
kenal. Dr. Astrid selalu menunjukkan padaku berbagai kekayaan orang Rimba dan
mengapa mereka perlu hadir untuk keseimbangan hutan ini.”
Mereka
akhirnya sampai di Hilir, Butet lalu memanggil orang Hilir untuk meminta izin
mengajar di Hilir. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Butet mendapat
jawaban. Butetpun dapat mengajar di Hilir dan bertemu dengan Bungo. Butet
melakukan pembelajaran di Hilir tetapi beberapa orang Hilir tidak setuju dengan
hal tersebut, karena suku mereka menganggap Pensil pembawa penyakit. Akhirnya.
Suatu saat tibalah hal yang tak diinginkan oleh Butet. Kini Ia harus pergi
meninggalkan Hilir karena menurut orang Hilir belajar bertentangan dengan Adat
Mereka. Hingga akhirnya Butet, Nengkabau, dan Beindah meninggalkan Hilir. Saat
Bungo kembali dari perburuan, Dia tak lagi dapat menemukan Guru Butet di Hilir.
Bungo merasa marah dan mencoba menemukan Butet, tetapi Bungu hanya dapat duduk
dan melihat Butet pergi bersama Nengkabau dan Beindah dari kejauhan.
Malam
tiba, Butet telah sampai di rumahnya, tetapi dia terlihat begitu lemas dan tak
berdaya karena terserang Malaria. Saat di rumah butet memandang papan tulis
yang selalu Ia pakai untuk mengajar anak-anak Rimba. Esok paginya Butet sudah
berangkat ke Lembaga Taman Nasional Bukit Dua Belas. Disana Butet menceritakan
keadaan orang-orang Hilir. “Akhirnya aku bertemu dengan orang Rimba terjauh di
Hilir Makekal, Rombong Tumenggung Belaman Badai. Mereka sudah beberapa kali
berpindah karena masalah Zonasi Taman Nasional dan perluasan perkebunan Kelapa
Sawit. Aku bertemu dengan seorang bocah bernama Bungo. Ia memperlihatkan kepada
ku sepucuk surat yang tidak bias dibacanya. Tak seorang pun dari mereka, di
rombing itu dapat membaca. Gulungan kertas itu berisi perjanjian pengambilan
kayu di wilayah adat mereka, dan Mereka setuju dengan memberikan cap jempol
diatas surat yang tak dapat Mereka baca, dengan bayaran beberapa kaleng
biskuit, gula, dan rokok. Bungo membawa surat itu kemana-mana, seolah ingin
menunjukkan padaku betapa Ia ingin membaca dan menolak transaksi penipuan orang
Rimba”.
Setelah
rapat selesai Butet menghadap Bahar dan berselisih pendapat denganhya. Esok
paginya Butet menuju salah satu rumah di tengah-tengah perbatasan Hulu dan
Hilir yang merupakan orang Jawa Tengah. Disana butet menemukan ide untuk mengajar
kembali. Hingga suatu saat bungo datang ketempat itu dan ikut belajar bersama
anak-anak Rimba lainnya. Bungo belajar begitu tekun, menunjukkan betapa Ia
ingin dapat membaca.
Hari-hari
terus berlalu mereka selalu belajar dan berkeliling hutan bersama. Bungo
mengajak Butet menuju suatu pohon. Bungo menjelaskan bahwa pohon tersebut
adalah pohon madu. Tidak semua orang dapat memanjatnya, hayan orang-orang suci
yang dapat memanjat. Dan diatas sana banyak yang dapat ditemukan baik hal buruk
maupun baik. Tetapi semua itu tetap saja berbahaya jika mereka tidak fokus.
Hingga saatnya tiba Bungo membuka surat perjanjian dan membacanya. Tapi saat di
tengah-tengah Butet menghentikan Bungo membacanya karena sedih melihatnya. Lalu
butet menyuruh Bungo membaca buku lain, dan ia berhasil membacanya dengan
lancar.
Hari-hari
berganti anak-anak kini dapat membaca dan berhitung. Tiba tiba kepala suku dari
Hilir datang dan menyuruh Bungo untuk pulang karena Tumenggung telah meninggal.
Akhirnya Bungo pergi menyusul rombongannya dan Butet ikut pergi pulang ke
Lembaga Taman Nasional Bukit 12.Karena kesalahan Butet melanggar semua aturan
Bahar, semua itu berakibat buruk hingga Ia harus pergi meninggalkan Lembaga
Taman Nasional Bukit 12, dan Ia harus pulang ke Jakarta.
Di
Jakarta ia sakit dan selalu memikirkan anak-anak rimba. Tetapi Ibunya selalu
memberi semangat. Dan memberikan saran pada Butet “ Kau punya banyak modal
untuk kembali, Kau punya cinta yang besar untuk mereka”. Butet akhirnya
bersemangat kembali dan memulai usahanya dengan melakukan seminar tentang anak
rimba. Bukan hanya itu Butet juga berhasil meyakinkan para penyumbang untuk
membuat sebuah Sekolah unuk anak Rimba atau dalam bahasa rimba Sokola Rimba.
Dengan semua usahanya Butet berhasil kembali mengajar dan mendirikan Sokola
Rimba. Saat dia kembali ke hutan, Butet melihat Bungo dan masyarakat Hilir
sedang membacakan surat perjanjian dengan para Pembalak liar. Butet sungguh
terharu dengan apa yang ia lihat. Semua anak-anak gembira dengan kedatangan
Butet dan kawan-kawan, Mereka bermain riang gembira, dan akhirnya mereka dapat
merealisasikan Sokola Rimba.
ya itulah sinopsis Sokola Rimba, maaf jika ada tulisan yang salah dan kata-kata yang kurang baik,,,,, saya sarankan untuk menontonnya secara Full karena filmnya benar-benar menginspirasi....
terimakasih atas kunjunganya dan jangan lupa tinggalkan komentar anda untuk memperbaiki postingan saya ,,, terimakasih dan jangan lupa kunjungi konten yang lain yang ada di blog saya ... :) :)