Friday 6 January 2017

SINOPSIS SOKOLA RIMBA

Ya sahabat/i kali ini saya mau berbagi sinopsis SOKOLA RIMBA, kenapa saya menulis ini ????/
ya jawabannya agak aneh dan cukup singkat yakni karena Tugas haha .... tapi karena menonton film tersebut membuat saya ingin sekali mengajar di luar jawa. simak yah heee.....


SINOPSIS

“Aku tidak pernah ragu dengan kekayaan Indonesia 1700 ribu pulau dan hampIr 7 Hektar hutan tropis di Aceh hingga Papua semua memberi kehidupan bagi kita. Aku bekerja di Lembaga Taman Nasional Bukit Dua Belas , Seluas 60 Ribu Hektar di Jambi, sumatera bagian selatan, hutan yang dilindungi oleh aturan hokum idealnya ia tidak akan tersentuh manusia, hokum dan kerja lembaga kurang bermanfaat besar bagi keberadaan hutan di sini, sudah dua tahun aku bekerja di tempat ini tapi aku masih bertanya apa arti ini semua bagi mereka yang terlahir di dalamnya, Orang Rimba.”
Ada seorang guru bernama Butet, Ia bekerja di Lembaga Taman Nasional Bukit Dua Belas. Setiap hari ia melakukan perjalalan jauh dengan mengendarai motor untuk sampai di Hulu dan mengajar anak-anak. Namun dalam perjalanannya di hutan dia terserang Malaria. Butet terjatuh pingsan di pinggir sungai, untungnya ada anak dari Hilir Makekal yang menyelamatkannya. Saat Butet terbangun ternyata dia telah sampai di Hulu dan memulai pengajarannya dengan mengajarkan huruf dan hitungan Matematika di salah satu gubuk pemukiman Hulu.namun dari kejauhan ada seorang anak yang mengintip pembelajaran Butet. Butet dan anak-anak Hulu jalan-jalan mengelilingi hutan sambil belajar berhitung. Tiba-tiba di tengah perjalanan mereka terhenti karena sedang ada yan berburu babi dan rusa. Malam telah tiba hasil buruan pun mereka bagi-bagikan kepada orang-orang Hulu termasuk Butet.
Pagi hari tiba, ada seorang anak Hilir makekal berjalan di tengah hutan sambil menghafalkan huruf. Disisi lain Butet sedang berbaring di gubuk tempat belajar bersama Nengkabau dan Beindah. Tiba-tiba kedua muridnya itu bertanya kepada Butet, mengapa mesin gergaji itu memotong kayu terus-menerus. Sang guru hanya dapat menjawab “Mungkin mereka sedang membutuhkan banyak kayu”. Nengkabau dan beindah bertanya lagi pada sang guru “Kalau kami menggunakan parang, jadi mengambilnya sedikit demi sedikit”. Mereka mengajukan pernyataan kembali “ Jika kami nanti sudah pintar, Kami bisa menahan orang luar menebang kayu”. Butet bangkit dari tidurnya dan segera memulai pembelajaran matematika. Pembelajaran selesai dan butet beranjak pergi ke sungai untuk menyuci bajunya. Butet berjalan jalan bersama murid-muridnya. Ditengah hutan mereka bertemu dengan Bungo dan menanyai asal-usulnya. Tiba-tiba Bungo berlari meninggalkan mereka.
Butet memulai kembali pembelajaran Matematika pengurangan. Ada salah satu muridnya belajar pengurangan sepuluh dikurang tiga. Saat jawaban pertama ia bias menjawab tapi jawaban selanjutnya salah. Hingga malam tiba, Butet menulis kan semua curahan hatinya dalam buku “ Sudah beberapa kali Bungo datang diam-diam memperhatikanku dari kejauhan, kini Ia tidak muncul lagi. Dia ingin mendekat, tetatapi disaat yang sama aku melihat dengan jelas kecurigaannya. Bungo pasti datang dari rombongan yang masih tertutup.”
Butet pergi kekota menuju tempat kerjanya yakni Lembaga Taman Nasional Bukit Dua Belas. Butet menemui Bosnya yaitu Bahar untuk meminta izin mengajar di Makekal Hilir. Tapi Bahar menolak permintaan dari Butet. Tingginya keinginan Butet mengajar di Hilir membuatnya memikirkan cara untuk dapat sampai disana. Hingga malam tiba Butet masih memikirkannya “Aku tidak bias menahan keingintahuanku, tentang apa yang sebenarnya di inginkan Bungo. Begitu jauh jarak yang Ia tempuh untuk melihat tempatku mengajar di Hulu. Aku harus mencari-cari untuk menemuinya.”
Tanpa izin dan sepengetahuan Bahar, Butet meminta dana untuk mengajar di Hilir. Sebelum pergi ke Hilir Butet pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan. Di pasar Butet bertemu dengan Nengkabau dan Beindah. Beindah dan Nengkabau ingin ikut menemani perjalanan Butet menuju Hilir. Di perjalanan mereka menyususri hutan dan sambil belajar. Di tengah perjalanan Beindah menghilang, akhirnya Butet dan Nengkabau mencarinya. Ternyata Beindah berdiri di belakang sebuah pohon sambil mengintip para pembalak liar. Karena mereka ketahuan oleh pembalak mereka berlari menjauh dari para membalak liar tu dan melanjutkan perjalanan Mereka.
Di perjalanan Butet bertemu Dr. Astrid, Ia adalah dokter dari luar neger yang pandai berbahasa Indonesia yang sedang mengobati anak muda Jambi yang terserang Malaria dalam perjalanannya. Butet, Nengkabau, dan Beindah berhenti melakukan perjalanan dan pergi ke sungai bersama Dr. Astrid menyuci baju. Astrid menjelaskan mengapa Bahar tidak bekerjasama lagi dengan Astrid. Karena Astrid memiliki sikap kritis dan tujan yang tak sama membuat Astrid keluar dari Lembaga Taman Nasional Bukit Dua Belas.  Dan Astrid juga mengajukan beberapa pertanyaan pribadi pada Butet.
Malam hari tiba, Mereka duduk bersama di dekat api unggun, tetapi ada hal lain yang Butet pikirkan “Aku mengagumi mereka, apapun yang dilakukan yang didasari pada rasa cinta dan kesungguhan kuat, seperti banyak pendaki gunung disana yang ku kenal. Dr. Astrid selalu menunjukkan padaku berbagai kekayaan orang Rimba dan mengapa mereka perlu hadir untuk keseimbangan hutan ini.”
Mereka akhirnya sampai di Hilir, Butet lalu memanggil orang Hilir untuk meminta izin mengajar di Hilir. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Butet mendapat jawaban. Butetpun dapat mengajar di Hilir dan bertemu dengan Bungo. Butet melakukan pembelajaran di Hilir tetapi beberapa orang Hilir tidak setuju dengan hal tersebut, karena suku mereka menganggap Pensil pembawa penyakit. Akhirnya. Suatu saat tibalah hal yang tak diinginkan oleh Butet. Kini Ia harus pergi meninggalkan Hilir karena menurut orang Hilir belajar bertentangan dengan Adat Mereka. Hingga akhirnya Butet, Nengkabau, dan Beindah meninggalkan Hilir. Saat Bungo kembali dari perburuan, Dia tak lagi dapat menemukan Guru Butet di Hilir. Bungo merasa marah dan mencoba menemukan Butet, tetapi Bungu hanya dapat duduk dan melihat Butet pergi bersama Nengkabau dan Beindah dari kejauhan.
Malam tiba, Butet telah sampai di rumahnya, tetapi dia terlihat begitu lemas dan tak berdaya karena terserang Malaria. Saat di rumah butet memandang papan tulis yang selalu Ia pakai untuk mengajar anak-anak Rimba. Esok paginya Butet sudah berangkat ke Lembaga Taman Nasional Bukit Dua Belas. Disana Butet menceritakan keadaan orang-orang Hilir. “Akhirnya aku bertemu dengan orang Rimba terjauh di Hilir Makekal, Rombong Tumenggung Belaman Badai. Mereka sudah beberapa kali berpindah karena masalah Zonasi Taman Nasional dan perluasan perkebunan Kelapa Sawit. Aku bertemu dengan seorang bocah bernama Bungo. Ia memperlihatkan kepada ku sepucuk surat yang tidak bias dibacanya. Tak seorang pun dari mereka, di rombing itu dapat membaca. Gulungan kertas itu berisi perjanjian pengambilan kayu di wilayah adat mereka, dan Mereka setuju dengan memberikan cap jempol diatas surat yang tak dapat Mereka baca, dengan bayaran beberapa kaleng biskuit, gula, dan rokok. Bungo membawa surat itu kemana-mana, seolah ingin menunjukkan padaku betapa Ia ingin membaca dan menolak transaksi penipuan orang Rimba”.
Setelah rapat selesai Butet menghadap Bahar dan berselisih pendapat denganhya. Esok paginya Butet menuju salah satu rumah di tengah-tengah perbatasan Hulu dan Hilir yang merupakan orang Jawa Tengah. Disana butet menemukan ide untuk mengajar kembali. Hingga suatu saat bungo datang ketempat itu dan ikut belajar bersama anak-anak Rimba lainnya. Bungo belajar begitu tekun, menunjukkan betapa Ia ingin dapat membaca.
Hari-hari terus berlalu mereka selalu belajar dan berkeliling hutan bersama. Bungo mengajak Butet menuju suatu pohon. Bungo menjelaskan bahwa pohon tersebut adalah pohon madu. Tidak semua orang dapat memanjatnya, hayan orang-orang suci yang dapat memanjat. Dan diatas sana banyak yang dapat ditemukan baik hal buruk maupun baik. Tetapi semua itu tetap saja berbahaya jika mereka tidak fokus. Hingga saatnya tiba Bungo membuka surat perjanjian dan membacanya. Tapi saat di tengah-tengah Butet menghentikan Bungo membacanya karena sedih melihatnya. Lalu butet menyuruh Bungo membaca buku lain, dan ia berhasil membacanya dengan lancar.
Hari-hari berganti anak-anak kini dapat membaca dan berhitung. Tiba tiba kepala suku dari Hilir datang dan menyuruh Bungo untuk pulang karena Tumenggung telah meninggal. Akhirnya Bungo pergi menyusul rombongannya dan Butet ikut pergi pulang ke Lembaga Taman Nasional Bukit 12.Karena kesalahan Butet melanggar semua aturan Bahar, semua itu berakibat buruk hingga Ia harus pergi meninggalkan Lembaga Taman Nasional Bukit 12, dan Ia harus pulang ke Jakarta.
Di Jakarta ia sakit dan selalu memikirkan anak-anak rimba. Tetapi Ibunya selalu memberi semangat. Dan memberikan saran pada Butet “ Kau punya banyak modal untuk kembali, Kau punya cinta yang besar untuk mereka”. Butet akhirnya bersemangat kembali dan memulai usahanya dengan melakukan seminar tentang anak rimba. Bukan hanya itu Butet juga berhasil meyakinkan para penyumbang untuk membuat sebuah Sekolah unuk anak Rimba atau dalam bahasa rimba Sokola Rimba. Dengan semua usahanya Butet berhasil kembali mengajar dan mendirikan Sokola Rimba. Saat dia kembali ke hutan, Butet melihat Bungo dan masyarakat Hilir sedang membacakan surat perjanjian dengan para Pembalak liar. Butet sungguh terharu dengan apa yang ia lihat. Semua anak-anak gembira dengan kedatangan Butet dan kawan-kawan, Mereka bermain riang gembira, dan akhirnya mereka dapat merealisasikan Sokola Rimba.


ya itulah sinopsis Sokola Rimba, maaf jika ada tulisan yang salah dan kata-kata yang kurang baik,,,,,  saya sarankan untuk menontonnya secara Full karena filmnya benar-benar menginspirasi....
terimakasih atas kunjunganya dan jangan lupa tinggalkan komentar anda untuk memperbaiki postingan saya ,,, terimakasih dan jangan lupa kunjungi konten yang lain yang ada di blog saya ... :) :)

Monday 2 January 2017

TOKOH PENDIDIKAN INDONESIA

ya kali ini saya akan posting beberapa tokoh pendidikan yang ada di indonesia.

TOKOH PENDIDIKAN INDONESIA

1.       KI HAJAR DEWANTARA
Tokoh Pendidikan Indonesia

Tempat Tanggal Lahir     : Yogyakarta, 2 Mei 1889
Wafat                             : Yogyakarta, 24 April 1959 (69 Tahun)

Nama Aslinya Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, Putra bangsawan Pakualaman. Sebelumnya ia belajar di school tot Opleiding van Inlandshe Artsen (STOVIA) di Jakarta selama 5 tahun, namun tidak menamatkannya dan memutuskan untuk menjadi wartawan. Ia kemudian berkelana dengan Dr. Douwes Dekker (Dr. Setiabudhi) dan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan mereka bertiga mendirikan Indische Partij. Karena tulisannya Als ik een Nederlander was (Seandainya Aku Seorang Belanda) di tahun 1913, soewardi ditangkap dan dibuang di Negeri Belanda.  Di sini ia belajar untuk menjadi guru disamping memperdalam bidang kewartawanan.
Ketika kembali ke Indonesia, Soewardi Soerjaningrat terjun ke dunia pendidikan. Tanggal 3 Juli 1922, ia mendirikan sebuah Taman Kanak-kanak yang dinamai Taman Indrya, permulaan dari Taman Siswa yang disebutnya National Onderwijs-Instituut Taman Siswa.
Konsep pendidikan yang digagas Soewardi Soerjaningrat mengakui hak si anak atas kemerdekaannya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan bakat serta pembawaannya. Karena itu, konsepnya adalah “Tutwuri Handayani” yang berartimengikuti si anak dari belakang sambil membimbingnya. Si anak aktif dan pendidik berfungsi sebagai orang yang mengarahkan dan melayani. Dasar pendidikannya adalah kebudayaan dan kebangsaan Indonesia.
Pada awal, hanya kebudayaan Jawa yang terutama dipelihara. Tetapi dengan prinsipnya yang kita kenal Tricon yaitu Concentris, Continue, dan Convergent, maka sistem Taman Siswa dapat meluas ke seluruh Indonesia. Dengan Ticonnya, soewardi soerdjaningrat menunjuk kepada pengaruh lingkungan dan pertemuan dari unsure-unsur (dari pihak si anak dan lingkungan) yang sesuai dalam pertumbuhan si anak.
Dasar kehidupan Taman Siswa adalah kekeluargaan. Prinsip dalam perjuangan hidupnya adalah berdiri di atas kaki sendiri dan tidak menggantungkan diri pada pihak siapa pun, meskipun tidak menolak bantuan yang tidak mengikat. Hasil pendidikannya secara umum sesuai dengan cita-citanya yang tercantum dalam asas-asas dan dasar-dasar Taman Siswa.
Dalam alam merdeka, mantan murid-muridnya yang secara tepat menemukan tempat masing-masing dalam perjuangan dan di tengah masyarakat, baik sebagai pemimin maupu sebagai orang biasa. Cirri khas yang tampak pada kebanyakan mereka adalah adanya jiwa bebas dan kemampuan berdiri atas kaki sendiri. Nama Ki Hajar Dewantoro mulai dipakainya pada usia 40 Tahun, suatu usia yang menurut pengertian orang Indonesia (Khususnya Jawa) mengandung kematangan untuk memikul tanggung jawab moril.
Ki Hajar Dewantoro pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan RI pertama serta mendapatkan Bintang Maha Putra dan atas jasa-jasanya dalam bidang kebudayaan dan pendidikan. Ia dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa (HC) dalam ilmu kebudayaan dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Tahun 1946, Ki Hajar Dewantoro menjadi ketua panitia penyelidik pengajaran yang dibentuk pemerintah untuk menentukan garis baru dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan cita-cita bangsa. Selanjutnya tahun 1948, mengetuai Badan Penasehat Pembentukan Undang-undang yang menetapkan dasar-dasar bagi pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian, sebagian besar cita-cita Ki Hajar Dewantara tercermin dalam pendidikan dan pengajaran yang diselenggarakan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia dan dalam Undang-undang No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.

Dua kawan seperjuangan, Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Dr. Setiabudhi mencoba menggelar aktivitasnya masing-masing. Dr. Tjipto bergerak di wilayah politik, sementara itu Dr. Setiabudhi bergerak di dunia pendidikan dengan mendirikan Ksatrian Instituut di Bandung yang terkenal tertib, teratur dan bermutu.

2.        RADEN AJENG KARTINI
Tokoh Emansipasi Wanita Indonesia

Kartini adalah Putri Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Cita-cita dan pandangannya dituangkan dalam bentuk surat-surat yang ditujukan kepada sahabatnya, yang diantaranya pasangan suami-istri berkebangsaan Belanda, Mr dan Mrs Abendanon. Kartini sangat gigih dalam memperjuangkan persamaan kedudukan kaumnya, yakni wanita Jawa (istilah Indonesia saat itu belum dikenal).
Pokok pandangannya adalah wanita seharusnya diperlakukan sama dengan pria dan mendapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan kemajuan. Satu hal yang selalu menekan jiwanya adalah dalam adat Jawa, seorang perempuan tidak perlu bersekolah. Sekiranya ada kesempatan bersekolah, maka pada usia dua belas tahun ia harus berhenti untuk selanjutnya menyiapkan menjadi seorang istri dan ibu. Hal ini dirasakan kurang adil, terlebih para kakanya dan anggota keluarga lain yang laki-laki begitu leluasa dan berkesempatan untuk bersekolah hingga di Hoogere Burger school (HBS).
Cita-cita dan isi hatinya tentang nasib perempuan jawa ini sempat dilontarkan di depan para tamu Belanda ketika sedang berkunjung ke Jepara. Diantara tamu terdapat Direktur Departemen Pengajaran, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan yang dating ke jepara dalam rangka mengumpulkan pendapat mengenai rencana pemberian kesempatan kepada anak perempuan Jawa untuk mengunjungi sekolah. Anak-anak Jawa dari kalangan atas (Priyayi) dapat diterima di sekolah-sekolah Belanda, sedang anak-anak dari kalangan bawah bias mengikuti kursus dan mendapat pendidikan yang bermanfaat. Direktur itu adalah Mr. J.H. Abendanon yang dalam uraiannya tentang Boverdering van het Onderwijs voor meisjes behoorende tot de inheemsche bevolking van Nederlandsch-Indie mengemukakan bahwa “ Kemajuan wanita adalah suatu faktor penting untuk kemajuan bangsa”. Abendanon sangat menaruh simpati terhadap cita-cita R.A. Kartini yang telah dikenal lewat surat-suratnya kepada beberapa sahabat Belanda. Dan surat-surat R.A. Kartini ini dihimpunMr. J.H. Abendanon pada tahun 1911. Beberapa tahun setelah meinggalnya R.A. Kartini, surat-surat tersebut diterbitkan menjadi buku dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

3. RADEN DEWI SARTIKA
Pendidikan dan Tokoh Wanita Indonesia

Dilahirkan di bandung, 4 Desember 1884, sebagai putrid seorang Patih dalam lingkungan bangsawan yang telah mempunyai pandangan maju. Untuk itu, Dewi Sartika pada waktu itu bias mengenyang pendidikan seperti halnya kaum laki-laki.
Sesudah ayahnya meninggal, Dewi Sartika diasuh oleh kakak ibunya yang menjabat Patih di Cicalengka. Di sini, Dewi Sartika mendapat pelajaran dari istri Asisten Residen. Selama pertumbuhannya, ia menunjukkan minat dan bakatdalam bidang pendidikan. Pada usia 10 tahun dengan cara bermain-main (bermain sekolah-sekolahan) ia member pelajaran kepada anak-anak para pelayan.
Menjelang masa gadisnya, Dewi Sartika kembali ke rumah ibunya di Bandung. Menurut adat, sebetulnya dia harus tinggal di rumah menunggu datangganya calon suami. Sambil menunggu, seharusnya Dewi Sartika menyiapkan diri untuk tugas-tugasnya kelak sebagai istri dan ibu. Tetapi Dewi Sartika bertekad mendidik kaumnya yang terbelakang. Ia menemui Bupati Bandung yang kebetulan masih keluarganya untuk meminta izin membuka sekolah. Meskipun sang Bupati sangat setuju dengan cita-cita Dewi Sartika, namun dikarenakan suasana dan pendapat umum pada waktu itu, ia belum berani memberikan persetujuan.
Berkat keuletan Dewi Sartika, akhirnya Bupati Bandung mengabulkan permintaannya. Bahkan Bupati memberi tempat untuk menyelenggarakan sekolah, yakni di pendopo kabupaten. Sekolah dibuka pada tanggal 16 Januari 1904. Sekolah ini merupakan sekolah wanita pertama. Karena muridnya semakin bertambah bahnyak, maka sekolahnya dipindah ke Ciguriang yang sekarang dikenal sebagai Jalan Dewi Sartika.Raden Dewi Sartika menikah tahun1904 pada usia 22 tahun, yang menurut pandangan umum pada waktu itu dianggap “telah tua”. Ia menikah dengan seorang guru. Keduanya kemudian bekerjasama untuk mengelola lembaga pendidikan. Tahun 1909 murid-murid angkatan pertama menamatkan pelajarannya.
Pada tahun 1912 telah ada Sembilan sekolah wanita. Bertepatan dengan ulang tahun yang ke-10, sekolah yang dirintis Dewi Sartika namanya kemudian diganti “ Sekolah keutamaan Istri”. Sekolah ini juga mendapatkan pengikut di Sumatera. Di sini, seorang wanita maju bernama Enchi Rahma mendirikan sekolah wanita di Padang Panjang.
Pada ulang tahunnya yang ke-25, Sekolah Keutamaan Istri memperoleh sebuah gedung yang dilengkapi dengan semua sarana keperluannya. Sekolah ini dipimpin Dewi Sartika sendiri dan diberinama Sekolah Raden Dewi.
Selama pendudukan Jepang sekolah Dewi Sartika terpaksa di tutup, meskipun dalam kenyataan usaha-usahanya tidak pernah berhenti. Dalam masa perjuangan kemerdekaan di mana Bandung dilanda pertempuran sengit- Dewi Sartika tetap menunaikan tugasnya sampai ia harus mengungsi ke Selatan dan ke Garut. Di sini ia meninggal dunia pada tanggal 11 september 1947.
Raden Dewi Sartika adalah Raden Ajeng Kartini-nya masyarakat Jawa Barat. Bagi bangsa Indonesia, keduanya adalah pejuang bagi kaum dan rakyatnya. Dewi sartika pantang menyerah dan pantang mundur. Cita-citanya tetap hidup dan dipelihara, terutama di Jawa Barat, di kalangan wanita dan rakyat umumnya.

4.        MR. R. SUWANDI
Tokoh Pendidikan dan Penggagas EYD

Pada masa colonial, Suwandi pernah menjadi sekretaris Departemen van Onderwijs en Eeredienst. Sesudah perang dunia II, ia menjabat Meteri Kehakiman dari November sampai Oktober 1946, kemudian Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PP&K) dari Oktober 1946 sampai Juli 1947.
Menteri Suwandi terkenal dengan ejaan barunya, antara lain  “oe” dianti dengan “u”, juga terkenal dengan dasar 10 pasal untuk pendidikan dan pengajaran, yaitu: 1) perasaan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2) Perasaan cinta kepada Alam, 3) Perasaan cinta kepada Negara, 4) perasaan cinta dan hormat kepada Ibu dan Bapak, 5) Perasaan cinta kepada Bangsa dan Kebudayaan, 6) Perasaan berhak dan wajib ikut melahirkan Negaranya menurut pembawaan dan kekuatannya, 7) keyakinan bahwa orang menjadi sebagian yang tak terpisahkan dari keluarga dan masyarakat, 8) keyakinan bahwa orang yang hidup dalam masyarakat harus tunduk pada tata tertib, 9) keyakinan bahwa pada dasarnya manusia itu berhubungan sesame anggota masyarakat harus bersifat horma-menghormati, berdasar atas rasa keadilan dengan berpegang teguh pada harga diri, 10) keyakinan bahwa Negara memerlukan warga Negara yang rajin bekerja, tahu akan kewajibannya, jujur dalam pikiran dan tindakannya.

daftar pustaka : 
MIF Baihaqi. 2007. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan: Dari Abendanon Hingga K.H. Imam Zarkasyi.Bandung: NUANSA.

semoga bermanfaat, terimakasih telah berkunjung dan jangan lupa tinggalkan komentar anda. Silahkan jika ada yang ingin mengkritik atau saran, maaf jika ada kesalahan penulisan dan mungkin kata yang tidak baik, dan selamat membaca :)