ya kali ini saya akan posting beberapa tokoh pendidikan yang ada di indonesia.
TOKOH
PENDIDIKAN INDONESIA
1. KI HAJAR DEWANTARA
Tokoh Pendidikan Indonesia
Tempat
Tanggal Lahir : Yogyakarta, 2 Mei 1889
Wafat :
Yogyakarta, 24 April 1959 (69 Tahun)
Nama Aslinya Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, Putra
bangsawan Pakualaman. Sebelumnya ia belajar di school tot Opleiding van
Inlandshe Artsen (STOVIA) di Jakarta selama 5 tahun, namun tidak menamatkannya
dan memutuskan untuk menjadi wartawan. Ia kemudian berkelana dengan Dr. Douwes
Dekker (Dr. Setiabudhi) dan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan mereka bertiga
mendirikan Indische Partij. Karena tulisannya Als ik een Nederlander was
(Seandainya Aku Seorang Belanda) di tahun 1913, soewardi ditangkap dan dibuang
di Negeri Belanda. Di sini ia belajar
untuk menjadi guru disamping memperdalam bidang kewartawanan.
Ketika kembali ke Indonesia, Soewardi Soerjaningrat terjun ke
dunia pendidikan. Tanggal 3 Juli 1922, ia mendirikan sebuah Taman Kanak-kanak
yang dinamai Taman Indrya, permulaan dari Taman Siswa yang disebutnya National
Onderwijs-Instituut Taman Siswa.
Konsep
pendidikan yang digagas Soewardi Soerjaningrat mengakui hak si anak atas
kemerdekaannya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan bakat serta
pembawaannya. Karena itu, konsepnya adalah “Tutwuri Handayani” yang
berartimengikuti si anak dari belakang sambil membimbingnya. Si anak aktif dan
pendidik berfungsi sebagai orang yang mengarahkan dan melayani. Dasar
pendidikannya adalah kebudayaan dan kebangsaan Indonesia.
Pada
awal, hanya kebudayaan Jawa yang terutama dipelihara. Tetapi dengan prinsipnya
yang kita kenal Tricon yaitu Concentris, Continue, dan Convergent, maka sistem
Taman Siswa dapat meluas ke seluruh Indonesia. Dengan Ticonnya, soewardi
soerdjaningrat menunjuk kepada pengaruh lingkungan dan pertemuan dari
unsure-unsur (dari pihak si anak dan lingkungan) yang sesuai dalam pertumbuhan
si anak.
Dasar
kehidupan Taman Siswa adalah kekeluargaan. Prinsip dalam perjuangan hidupnya
adalah berdiri di atas kaki sendiri dan tidak menggantungkan diri pada pihak
siapa pun, meskipun tidak menolak bantuan yang tidak mengikat. Hasil
pendidikannya secara umum sesuai dengan cita-citanya yang tercantum dalam
asas-asas dan dasar-dasar Taman Siswa.
Dalam
alam merdeka, mantan murid-muridnya yang secara tepat menemukan tempat
masing-masing dalam perjuangan dan di tengah masyarakat, baik sebagai pemimin
maupu sebagai orang biasa. Cirri khas yang tampak pada kebanyakan mereka adalah
adanya jiwa bebas dan kemampuan berdiri atas kaki sendiri. Nama Ki Hajar
Dewantoro mulai dipakainya pada usia 40 Tahun, suatu usia yang menurut
pengertian orang Indonesia (Khususnya Jawa) mengandung kematangan untuk memikul
tanggung jawab moril.
Ki Hajar Dewantoro pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan RI pertama serta mendapatkan Bintang Maha Putra dan
atas jasa-jasanya dalam bidang kebudayaan dan pendidikan. Ia dianugerahi gelar
Doktor Honoris Causa (HC) dalam ilmu kebudayaan dari Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Tahun 1946, Ki Hajar Dewantoro menjadi ketua panitia
penyelidik pengajaran yang dibentuk pemerintah untuk menentukan garis baru
dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan cita-cita bangsa.
Selanjutnya tahun 1948, mengetuai Badan Penasehat Pembentukan Undang-undang
yang menetapkan dasar-dasar bagi pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian,
sebagian besar cita-cita Ki Hajar Dewantara tercermin dalam pendidikan dan
pengajaran yang diselenggarakan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia
dan dalam Undang-undang No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan
Pengajaran di Sekolah.
Dua kawan seperjuangan, Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Dr.
Setiabudhi mencoba menggelar aktivitasnya masing-masing. Dr. Tjipto bergerak di
wilayah politik, sementara itu Dr. Setiabudhi bergerak di dunia pendidikan
dengan mendirikan Ksatrian Instituut di Bandung yang terkenal tertib, teratur
dan bermutu.
2. RADEN AJENG KARTINI
Tokoh
Emansipasi Wanita Indonesia
Kartini adalah Putri Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario
Sosroningrat yang lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Cita-cita
dan pandangannya dituangkan dalam bentuk surat-surat yang ditujukan kepada
sahabatnya, yang diantaranya pasangan suami-istri berkebangsaan Belanda, Mr dan
Mrs Abendanon. Kartini sangat gigih dalam memperjuangkan persamaan kedudukan
kaumnya, yakni wanita Jawa (istilah Indonesia saat itu belum dikenal).
Pokok
pandangannya adalah wanita seharusnya diperlakukan sama dengan pria dan
mendapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan kemajuan. Satu hal yang selalu
menekan jiwanya adalah dalam adat Jawa, seorang perempuan tidak perlu
bersekolah. Sekiranya ada kesempatan bersekolah, maka pada usia dua belas tahun
ia harus berhenti untuk selanjutnya menyiapkan menjadi seorang istri dan ibu. Hal
ini dirasakan kurang adil, terlebih para kakanya dan anggota keluarga lain yang
laki-laki begitu leluasa dan berkesempatan untuk bersekolah hingga di Hoogere
Burger school (HBS).
Cita-cita
dan isi hatinya tentang nasib perempuan jawa ini sempat dilontarkan di depan
para tamu Belanda ketika sedang berkunjung ke Jepara. Diantara tamu terdapat
Direktur Departemen Pengajaran, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan yang dating ke
jepara dalam rangka mengumpulkan pendapat mengenai rencana pemberian kesempatan
kepada anak perempuan Jawa untuk mengunjungi sekolah. Anak-anak Jawa dari
kalangan atas (Priyayi) dapat diterima di sekolah-sekolah Belanda, sedang
anak-anak dari kalangan bawah bias mengikuti kursus dan mendapat pendidikan
yang bermanfaat. Direktur itu adalah Mr. J.H. Abendanon yang dalam uraiannya
tentang Boverdering van het Onderwijs voor meisjes behoorende tot de inheemsche
bevolking van Nederlandsch-Indie mengemukakan bahwa “ Kemajuan wanita adalah
suatu faktor penting untuk kemajuan bangsa”. Abendanon sangat menaruh simpati
terhadap cita-cita R.A. Kartini yang telah dikenal lewat surat-suratnya kepada
beberapa sahabat Belanda. Dan surat-surat R.A. Kartini ini dihimpunMr. J.H.
Abendanon pada tahun 1911. Beberapa tahun setelah meinggalnya R.A. Kartini,
surat-surat tersebut diterbitkan menjadi buku dengan judul “Habis Gelap
Terbitlah Terang”.
3. RADEN DEWI SARTIKA
Pendidikan
dan Tokoh Wanita Indonesia
Dilahirkan di bandung, 4 Desember 1884, sebagai putrid
seorang Patih dalam lingkungan bangsawan yang telah mempunyai pandangan maju.
Untuk itu, Dewi Sartika pada waktu itu bias mengenyang pendidikan seperti
halnya kaum laki-laki.
Sesudah
ayahnya meninggal, Dewi Sartika diasuh oleh kakak ibunya yang menjabat Patih di
Cicalengka. Di sini, Dewi Sartika mendapat pelajaran dari istri Asisten
Residen. Selama pertumbuhannya, ia menunjukkan minat dan bakatdalam bidang
pendidikan. Pada usia 10 tahun dengan cara bermain-main (bermain
sekolah-sekolahan) ia member pelajaran kepada anak-anak para pelayan.
Menjelang
masa gadisnya, Dewi Sartika kembali ke rumah ibunya di Bandung. Menurut adat,
sebetulnya dia harus tinggal di rumah menunggu datangganya calon suami. Sambil
menunggu, seharusnya Dewi Sartika menyiapkan diri untuk tugas-tugasnya kelak
sebagai istri dan ibu. Tetapi Dewi Sartika bertekad mendidik kaumnya yang
terbelakang. Ia menemui Bupati Bandung yang kebetulan masih keluarganya untuk
meminta izin membuka sekolah. Meskipun sang Bupati sangat setuju dengan
cita-cita Dewi Sartika, namun dikarenakan suasana dan pendapat umum pada waktu
itu, ia belum berani memberikan persetujuan.
Berkat keuletan Dewi Sartika, akhirnya Bupati Bandung
mengabulkan permintaannya. Bahkan Bupati memberi tempat untuk menyelenggarakan
sekolah, yakni di pendopo kabupaten. Sekolah dibuka pada tanggal 16 Januari
1904. Sekolah ini merupakan sekolah wanita pertama. Karena muridnya semakin
bertambah bahnyak, maka sekolahnya dipindah ke Ciguriang yang sekarang dikenal
sebagai Jalan Dewi Sartika.Raden Dewi Sartika menikah tahun1904 pada usia 22
tahun, yang menurut pandangan umum pada waktu itu dianggap “telah tua”. Ia
menikah dengan seorang guru. Keduanya kemudian bekerjasama untuk mengelola
lembaga pendidikan. Tahun 1909 murid-murid angkatan pertama menamatkan
pelajarannya.
Pada tahun 1912 telah ada Sembilan sekolah wanita. Bertepatan
dengan ulang tahun yang ke-10, sekolah yang dirintis Dewi Sartika namanya
kemudian diganti “ Sekolah keutamaan Istri”. Sekolah ini juga mendapatkan
pengikut di Sumatera. Di sini, seorang wanita maju bernama Enchi Rahma
mendirikan sekolah wanita di Padang Panjang.
Pada
ulang tahunnya yang ke-25, Sekolah Keutamaan Istri memperoleh sebuah gedung
yang dilengkapi dengan semua sarana keperluannya. Sekolah ini dipimpin Dewi
Sartika sendiri dan diberinama Sekolah Raden Dewi.
Selama pendudukan Jepang sekolah Dewi Sartika terpaksa di
tutup, meskipun dalam kenyataan usaha-usahanya tidak pernah berhenti. Dalam
masa perjuangan kemerdekaan di mana Bandung dilanda pertempuran sengit- Dewi
Sartika tetap menunaikan tugasnya sampai ia harus mengungsi ke Selatan dan ke
Garut. Di sini ia meninggal dunia pada tanggal 11 september 1947.
Raden
Dewi Sartika adalah Raden Ajeng Kartini-nya masyarakat Jawa Barat. Bagi bangsa
Indonesia, keduanya adalah pejuang bagi kaum dan rakyatnya. Dewi sartika
pantang menyerah dan pantang mundur. Cita-citanya tetap hidup dan dipelihara,
terutama di Jawa Barat, di kalangan wanita dan rakyat umumnya.
4. MR.
R. SUWANDI
Tokoh
Pendidikan dan Penggagas EYD
Pada masa colonial, Suwandi pernah menjadi sekretaris
Departemen van Onderwijs en Eeredienst. Sesudah perang dunia II, ia menjabat
Meteri Kehakiman dari November sampai Oktober 1946, kemudian Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PP&K) dari Oktober 1946 sampai Juli
1947.
Menteri
Suwandi terkenal dengan ejaan barunya, antara lain “oe” dianti dengan “u”, juga terkenal dengan
dasar 10 pasal untuk pendidikan dan pengajaran, yaitu: 1) perasaan bakti kepada
Tuhan Yang Maha Esa, 2) Perasaan cinta kepada Alam, 3) Perasaan cinta kepada
Negara, 4) perasaan cinta dan hormat kepada Ibu dan Bapak, 5) Perasaan cinta
kepada Bangsa dan Kebudayaan, 6) Perasaan berhak dan wajib ikut melahirkan
Negaranya menurut pembawaan dan kekuatannya, 7) keyakinan bahwa orang menjadi
sebagian yang tak terpisahkan dari keluarga dan masyarakat, 8) keyakinan bahwa
orang yang hidup dalam masyarakat harus tunduk pada tata tertib, 9) keyakinan
bahwa pada dasarnya manusia itu berhubungan sesame anggota masyarakat harus
bersifat horma-menghormati, berdasar atas rasa keadilan dengan berpegang teguh
pada harga diri, 10) keyakinan bahwa Negara memerlukan warga Negara yang rajin
bekerja, tahu akan kewajibannya, jujur dalam pikiran dan tindakannya.
daftar pustaka :
MIF Baihaqi. 2007. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan: Dari Abendanon Hingga K.H.
Imam Zarkasyi.Bandung: NUANSA.
semoga bermanfaat, terimakasih telah berkunjung dan jangan lupa tinggalkan komentar anda. Silahkan jika ada yang ingin mengkritik atau saran, maaf jika ada kesalahan penulisan dan mungkin kata yang tidak baik, dan selamat membaca :)
No comments:
Post a Comment